Teknologi pendidikan telah berkembang dari tahun ke tahun. Setelah
tahun 1994 meluncurkan definisi terbaru, kini tahun 2004, AECT merilis
definisi terbaru lagi. AECT mendefinisikan teknologi pendidikan sebagai
berikut:
Educational technology is the study and ethical practice of facilitating learning and improving performance by creating, using, and managing appropriate technological processes and resources.
Teknologi Pendidikan adalah studi dan praktek etis memfasilitasi belajar dan meningkatkan kinerja dengan menciptakan, menggunakan dan mengelola proses dan sumber teknologi yang tepat.
Elemen definisi teknologi pendidikan ini dapat digambarkan sebagai berikut:
Elemen #1: Study (Penelitian dan Praktek Reflektif)
Elemen ini mengandung makna bahwa:
- Teori dan praktek ke-TP-an didasarkan atas hasil konstruksi pengetahuan terus menerus melalui penelitian dan praktek reflektif (study).
- Study, lebih dari sekedar penelitian tradisional. Tapi, meliputi semua aktivitas ilmiah seperti penelitian, pengembangan, analisis kajian, needs assessment, maupun evaluasi.
- Trend study terbaru adalah digunakannya “authentic environment” dan “voice of practitioner”.
Elemen #2: Ethical Practice (Praktek Etis): Kode Etik sebagai Landasan Praktek
Elemen ini mengandung makna bahwa:
Elemen ini mengandung makna bahwa:
- Teknologi Pendidikan sbg profesi harus memiliki dan memang telah lama memiliki kode etik.
- Asosiasi internasional, salah satunya AECT telah lama mengembangkan dan menerapkan kode etik.
- Asosiasi Indonesia, IPTPI juga telah mengembangkan dan menerapkan kode etik.
- Kode etik bukanlah sekedar aturan dan harapan, tapi merupakan landasan praktek.
AECT sendiri memilik kode etik, yang secara garis besar dijelaskan sebagai berikut :
- Komitmen terhadap individu: proteksi terhadap hak akses terhadap bahan-bahan belajar dan usaha untuk menjaga keselamatan dan keamanan dari para profesional.
- Komitmen terhadap masyarakat: Kebenaran dari pernyataan publik yang berhubungan dengan masalah-masalah pendidikan, dan praktek yang adil dan pantas terhadap mereka yang memberikan pelayanan pada profesi ini
- Komitmen terhadap profesi: meningkatkan pengetahuan & ketrampilan profesional, memberikan penghargaan yang akurat kepada pekerjaan & gagasanyang dipublikasikan.
Elemen #3: Facilitating (Memberikan Kemudahan Belajar)
Elemen ini mengandung makna bahwa:
Elemen ini mengandung makna bahwa:
- Facilitating = memberikan kemudahan dgn cara merancang lingkungan, mengorganisasikan sumber-sumber dan menyediakan peralatan yang kondusif untuk mendukung proses pembelajaran sesuai kebutuhan, efektif, efisien dan menarik.
- Ruang lingkup facilitating meliputi mulai dari pembelajaran langsung sampai dengan pembelajaran jarak jauh melalui lingkungan virtual environment
Berikut adalah contoh pengaruh teori belajar dan teknologi dan
implikasinya terhadap upaya memberikan kemduahan (facilitating) belajar :
- Pengaruh teori belajar kognitifistik dan konstruktifistik memberikan implikasi terhadap: (1) timbulnya pergeseran paradigma mengajar dari mengendalikan ke memfasilitasi; (2) timbulnya pergeseran tujuan pemeblajaran dari belajar dangkal (shallow learning) ke belajar mendalam (deep learning).
- Pengaruh teknologi memberikan implikasi terhadap pergeseran pearan dari teknologi itu sendiri dari penegndali (to control) ke (seperti penyajian informasi, drill and practice) ke pendukung belajar (sebagai driver dan enabler of learning).
Elemen #4: Learning
Elemen ini mengandung makna bahwa learning adalah obyek formal yang menjadi pokok permasalahan yang harus dipecahkan melalui teknologi pendidikan. Berikut adalah beberapa hal terkait dengan learning:
Elemen ini mengandung makna bahwa learning adalah obyek formal yang menjadi pokok permasalahan yang harus dipecahkan melalui teknologi pendidikan. Berikut adalah beberapa hal terkait dengan learning:
- Tujuan: a) memperoleh pengetahuan & ketrampilan yang dapat diaplikasikan dalam penggunaan aktif diluar kelas (dunia nyata; b)mencapai kemampuan untuk… bukan pengetahuan tentang …
- Implikasinya, proses pembelajaran harus authentic & challenging task, active, contextual, meaningfull, simulatif berbasis situasi/permasalahan nyata, sehingga harus student-centered, rather than teacher-centered learning.
Elemen #5: Improving — Improving Performance
Mengandung makna bahwa:
Mengandung makna bahwa:
- Improving harus mampu membuat kemudahan yang kredibel (meyakinkan) yang menawarkan manfaat bagi masyarakat
- Improving harus memberikan cara-cara yang terbaik untuk mencapai tujuan yang berharga.
- Proses improving mengarah pada kualitas hasil/produk yang dapat diprediksi. Produk/hasil mengarah pada efektifitas belajar yang dapat diprediksi. Menuju tercapainya kemampuan yang dapat digunakan/diaplikasikan dalam dunia nyata.
Elemen #6: Performance
Elemen ini mengandung makna bahwa:
Elemen ini mengandung makna bahwa:
- Kinerja adalah kemampuan pemelajar untuk menggunakan dan menerapkan kemampuan baru yang diperolehnya.
- Meningkatkan kinerja mengandung makna bukan sekedar meningkatkan pengetahuan (inert knowledge) tapi adalah meningkatkan kemampuan untuk dapat diterapkan olehnya dalam pekerjaannya sehari-hari (dunia nyata).
Elemen 7: Create
Elemen ini mengandung makna bahwa:
Elemen ini mengandung makna bahwa:
- Mencipta berkaitan dengan penelitian, teori dan praktek dalam menciptakan lingkungan belajar dalam latar yang berbeda-beda, baik formal & nonformal.
- Ruang lingkup mencipta meliputi berbagai kegiatan, bergantung pada pendekatan desain yang digunakan.
- Langkah generik: ADDIE (Analysis, Design, Development, Implementation, Evaluation)
Elemen 8: Using
Elemen ini mengandung makna bahwa:
Elemen ini mengandung makna bahwa:
- Berkaitan dengan teori & praktek untuk membawa pemelajar berhubungan dengan kondisi belajar dan sumber-sumber.
- Menggunakan dimulai dengan pemilihan proses & sumber ( atau metode & bahan) yang tepat.
- Pemilihan yang bijak berdasarkan materials evaluation, menentukan sumber-sumber yang ada yang cocok untuk sasaran & tujuannya.
- Utilization: merencanakan & melaksanakan agar pemelajar dapat berinteraksi dengan sumber2 belajar dalam lingkungan tertentu dan mengikuti prosedur tertentu.
Elemen #9: Managing
Managing mmeliputi:
Managing mmeliputi:
- Manajemen proyek: dibutuhkan ketika produksi media dan proses pengembangan pembelajaran menjadi lebih kompleks dan dalam skala besar.
- Delivery system management: dibutuhkan seperti ketika menyelenggarakan program Pendidikan Jarak Jauh berbasis teknologi komunikasi & informasi (ICT) dikembangkan.
- Personal management and information management: berkaitan dengan isu mengatur pekerjaan orang2 dan perencanaan & pengawasan penyimpanan dan pemrosesan informasi dalam mengelola projek atau organisasi.
- Evaluasi program: dimana pengelolaan yang bijak membutuhkan evaluasi program.
- Quality control: dalam pendekatan sistem, suatu pengelolaan menuntut adanya pengukuran kontrol kualitas untuk memantau hasil.
- Qualityu assurance: yaitu pengukuran jaminan mutu memungkinkan perbaikan yang terus menerus dari proses pengelolaan.
Pengembangan Sistem Pembelajaran Model Dick, Carey, dan Carey
Dick,
Carey, dan Carey (2001) memandang desain pembelajaran sebagai sebuah
sistem dan menganggap pembelajaran adalah proses yang sitematis. Pada
kenyataannya cara kerja yang sistematis inilah dinyatakan sebagai model
pendekaan sistem. Dipertegas oleh Dick, Carey, dan Carey (2001) bahwa
pendekatan sistem selalu mengacu kepada tahapan umum sistem pengembangan
pembelajaran (Instructional Systems Development /ISD). Jika berbicara
masalah desain maka masuk ke dalam proses, dan jika menggunakan istilah
instructional design (ID) mengacu kepada instructional system
development (ISD) yaitu tahapan analisis, desain, pengembangan,
implementasi, dan evaluasi. Instructional desain inilah payung bidang
(Dick, Carey, dan Carey, 2001)
Komponen model Dick, Carey, dan Carey meliputi; pembelajar, pebelajar, materi, dan lingkungan. Demikian pula dilingkungan pendidikan non formal meliputi; warga belajar (pebelajar), tutor (pembelajar), materi, dan lingkungan pembelajaran
(Ditjen PMPTK PNF, 2006). Semua berinteraksi dalam proses pembelajaran
untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Bila melihat komponen
bekerja dengan memuaskan atau tidak maka perlu mengembangkan format
evaluasi (Dick, Carey, dan Carey, 2001). Jika dari hasil evaluasi
menunjukkan unjuk kerja pebelajar tidak memuaskan maka komponen tersebut
direvisi untuk mencapai kriteria efektif dalam mencapai tujuan
pembelajaran.
Komponen model Dick, Carey, dan Carey dipengaruhi oleh Condition of Learning hasil
penelitian Robert Gagne yang dipublikasikan pertama kali pada tahun
1965. Condition of learning ini berdasarkan asumsi psikologi behavioral,
psikologi cognitive, dan konstruktivisme yang diterapkan secara
eklektic (Dick, Carey, dan Carey, 2001). Tiga proyek utama yang
dihasilkan oleh Gagne (Bostock, 1996) yaitu 1) instructional events, 2) types of learning outcomes, 3) internal conditions and external conditions. Ketiganya merupakan masukan yang penting dalam memulai kegiatan desain pembelajaran.
Komponen dan tahapan model Dick, Carey, dan Carey lebih kompleks jika dibandingkan dengan model pembelajaran yang lain seperti Morrison, Ross, & Kemp (2001). Walaupun model Morrison, Ross, & Kemp juga memandang desain pembelajaran sebagai sebuah sistem, tetapi sedikit berbeda. Mereka menyebutkan desain pembelajaran sebagai metode yang sistematis tetapi bukan pendekatan sitematis. Tahapan yang diguanakan yaitu perencanaan, pengembangan, evaluasi, dan management proses. Sedangkan komponen dasar sistem meliputi learners, objectives, methods, dan evaluation yang selanjutnya dikembangkan menjadi 9 (sembilan) rencana desain pembelajaran.
Komponen dan tahapan model Dick, Carey, dan Carey lebih kompleks jika dibandingkan dengan model pembelajaran yang lain seperti Morrison, Ross, & Kemp (2001). Walaupun model Morrison, Ross, & Kemp juga memandang desain pembelajaran sebagai sebuah sistem, tetapi sedikit berbeda. Mereka menyebutkan desain pembelajaran sebagai metode yang sistematis tetapi bukan pendekatan sitematis. Tahapan yang diguanakan yaitu perencanaan, pengembangan, evaluasi, dan management proses. Sedangkan komponen dasar sistem meliputi learners, objectives, methods, dan evaluation yang selanjutnya dikembangkan menjadi 9 (sembilan) rencana desain pembelajaran.
Pada
umumnya, tahap pertama dalam desain pembelajaran adalah analisis untuk
mengetahui kebutuhan dalam pembelajaran, dan mengidentifikasi
masalah-masalah apa yang akan dipecahkan. Model Dick, Carey, dan Carey
menerapkan tahapan ini, dengan demikian pengembangan yang dilakukan
berbasis kebutuhan dan pemecahan masalah. Produk yang direkomendasikan
dalam model ini yaitu sebuah produk yang dapat digunakan untuk belajar mandiri (Nasution,
1995; Dick, Carey, dan Carey, 2001; Heinich, Molenda, Russel, &
Smadino, 2002). Model ini juga memungkinkan warga belajar menjadi aktif
berinteraksi karena menetapkan strategi dan tipe pembelajaran yang
berbasis lingkungan. Dengan bentuk pembelajaran yang berbasis
lingkungan, yang disesuaikan dengan konteks dan setting lingkungan
sekitar atau disebut juga sebagai situational approach oleh
Canale & Swain (1980) memungkinkan pebelajar bahasa (sebagaimana
dinyatkan oleh Sadtono, 1987) dapat mengoptimalkan kompetensi
komunikatif.
Seperti
yang diuraikan sebelumnya, tahapan model pengembangan sistem
pembelajaran (Instructional Systems Develovment / ISD) Dick, Carey, dan
Carey (2001) terdiri dari 10 tahapan. Tahapan tersebut dapat dicermati
sebagaimana dalam gambar 2.2. Khusus tahapan ke 10 tidak dimasukkan
dalam gambar, karena itu landasan teori penelitian ini dikembangkan
berdasarkan 9 tahapan. Berikut dijelaskan tahapan pengembangan sistem pembelajaran Dick, Carey, and Carey:
1. Analisis kebutuhan untuk menentukan tujuan,
Analisis
kebutuhan untuk menentukan tujuan pembelajaran adalah langkah pertama
yang dilakukan untuk menentukan apa yang anda inginkan setelah warga
belajar melaksanakan pembelajaran. Tujuan pembelajaran dapat diperoleh
dari serangkaian tujuan pembelajaran yang ditemukan dari analisis
kebutuhan, dari kesulitan-kesulitan warga belajar dalam praktek
pembelajaran, dari analisis yang dilakukan oleh orang-orang yang bekerja
dalam bidang, atau beberapa keperluan untuk pembelajaran yang aktual.
2. Melakukan analisis Pembelajaran,
Setelah
mengidentifikasi tujuan-tujuan pembelajaran, langkah selanjutnya adalah
menentukan langkah-langkah yang dapat dilakukan untuk mencapai tujuan
pembelajaran tersebut. Langkah terakhir dalam proses analisis tujuan
pembelajaran adalah menentukan keterampilan, pengetahuan, dan sikap yang disebut sebagai entry behavior (perilaku awal/masukan) yang diperlukan oleh warga belajar untuk memulai pembelajaran.
3. Menganalisis warga belajar dan lingkungannya,
Analisis
pararel terhadap warga belajar dan konteks dimana mereka belajar, dan
konteks apa tempat mereka menggunakan hasil pembelajaran.
Keterampilan-keterampilan warga belajar yang ada saat ini, yang lebih
disukai, dan sikap-sikap ditentukan berdasarkan karakteristik atau
setting pembelajaran dan setting lingkungan tempat keterampilan
diterapkan. Langkah ini adalah langkah awal yang penting dalam strategi
pembelajaran.
4. Merumuskan tujuan khusus,
Menuliskan
tujuan unjuk kerja (tujuan pembelajaran). Berdasarkan analisis tujuan
pembelajaran dan pernyataan tentang perilaku awal, catatlah pernyataan
khusus tentang apa yang dapat dilakukan oleh warga belajar setelah
mereka menerima pembelajaran. Pernyataan-pernyataan tersebut diperoleh
dari analisis pembelajaran. Analisis pembelajaran dimaksudkan untuk
mengidentifikasi keterampilan-keterampilan yang dipelajari, kondisi
pencapaian unjuk kerja, dan kriteria pencapaian unjuk kerja.
5. Mengembangkan instrumen penilaian,
Berdasarkan
tujuan pembelajaran yang tertulis, kembangkan produk evaluasi untuk
mengukur kemampuan warga belajar melakukan tujuan pembelajaran.
Penekanan utama berada pada hubungan perilaku yang tergambar dalam
tujuan pembelajaran dengan untuk apa melakukan penilaian.
6. Mengembangkan strategi pembelajaran,
Strategi
pembelajaran meliputi; kegiatan prapembelajaran (pre-activity),
penyajian informasi, praktek dan umpan balik (practice and feedback,
pengetesan (testing), dan mengikuti kegiatan selanjutnya. Strategi
pembelajaran berdasarkan teori dan hasil penelitian, karakteristik media
pembelajaran yang digunakan, bahan pembelajaran, dan karakteristik
warga belajar yang menerima pembelajaran. Prinsip-prinsip inilah yang
digunakan untuk memilih materi strategi pembelajaran yang interaktif.
7. Mengembangkan materi pembelajaran,
Mengembangkan
dan memilih materi pembdlajaran, produk pengembangan ini meliputi
petunjuk untuk warga belajar, materi pembelajaran, dan soal-soal. Materi
pembelajaran meliputi : petunjuk untuk tutor, modul untuk warga
belajar, transparansi OHP, videotapes, format multimedia, dan web untuk
pembelajaran jarak jauh. Pengembangan materi pembelajaran tergantung
kepada tipe pembelajaran, materi yang relevan, dan sumber belajar yang
ada disekitar perancang.
8. Merancang & Mengembangkan Eva Formatif,
Dalam
merancang dan mengembangkan evaluasi formative yang dihasilkan adalah
instrumen atau angket penilaian yang digunakan untuk mengumpulkan data.
Data-data yang diperoleh tersebut sebagai pertimbangan dalam merevisi
pengembangan pembelajaran ataupun produk bahan ajar. Ada tiga tipe
evaluasi formatif : uji perorangan (one-to-one), uji kelompok kecil
(small group) dan uji lapangan (field evaluation).
9. Merevisi Pembelajaran,
Data
yang diperoleh dari evaluasi formative dikumpulkan dan
diinterpretasikan untuk memecahkan kesulitan yang dihadapi warga belajar
dalam mencapai tujuan. Bukan hanya untuk ini, singkatnya hasil evaluasi
ini digunakan untuk merevisi pembelajaran agar lebih efektif.
10. Mengembangkan evaluasi sumatif.
Di antara kesepuluh tahapan desain pembelajaran di atas, tahapan ke-10 (sepuluh) tidak dijalankan. Evaluasi
sumative ini berada diluar sistem pembelajaran model Dick & Carey,
(2001) sehingga dalam pengembangan ini tidak digunakan.
Pengembangan Media Dalam Teknologi Pembelajaran
Kawasan pengembangan meliputi beberapa produk, salah satunya apa yang disebutkan Heinich, Molenda, dan Smaldino (2002) sebagai teknologi. Teknologi cetak adalah cara
untuk memproduksi bahan, seperti buku-buku dan bahan visual yang
statis, terutama melalu proses pencetakan mekanis atau foto grafis
(Shdel & Richey, 1994). Pada umumnya bahan pembelajaran yang
diharapkan dari penelitian pengembangan yaitu menghasilkan bahan ajar
yang efektif, efisien, dan dapat menimbulkan daya tarik tersendiri
kepada warga belajar (Reigeluth, 1983; Degeng, 1989).
Selain
itu sebuah bahan ajar bukan hanya untuk dibaca, tetapi melibatkan
unsur-unsur proses pembelajaran (Kemp, 1985; Marjohan, 1994). Lebih
lanjut, Morrison, Ross, dan Kemp (2001) menyatakan bahwa dalam
mengembangkan produk pembelajaran dan mendesain kegiatan pembelajaran,
dapat dilakukan melalui sebuah pendekatan sistem yang meliputi; merencanakan, mengembangkan, mengevaluasi, mengatur proses pembelajaran secara efektif agar tujuan pembelajaran tercapai. Sedangkan Dick, Carey, dan Carey (2001) melalui kegitan mendesain, mengembangkan, mengimplementasi, dan mengevaluasi. Kedua-duanya tidak jauh berbeda dan masing-masing merupakan sebuah sistem. Kegiatan melalui tahapan-tahapan inilah yang disebut sebagai kegiatan mendesain pembelajran (Morrison, Ross, & Kemp, 2001)
Label: Pengembangan Media dalam TEP
TEKNOLOGI PEMBELAJARAN
Sebagai sebuah profesi, teknologi pembelajaran memiliki kawasan yaitu ada lima bidang; desain, pengembangan, pemanfaatan, pengelolaan, dan penilaian (Sheel
& Richey, 1994). Sebelumnya Reigeluth (1983) menguraikan beberapa
kegiatan yang berhubungan dengan kegiatan pendidikan yaitu; desain,
pengembangan, pelaksanaan, pengelolaan, dan evaluasi. Lima bidang
kawasan teknologi pembelajaran tersebut di atas tertuang dalam definisi
bidang tahun 1994. Yaitu; Teknologi pembelajaran adalah teori dan
praktek dalam desain, pengembangan, pemanfaatan, pengelolaan serta
evaluasi proses dan sumber untuk belajar (Sheel & Richey, 1994).
Teknologi
pembelajaran tidak ubahnya seperti ”tulang” tempat melekatnya berbagai
disiplin ilmu yang dibelajarkan. Karena itu pula, desainer tidak dapa
bekerja sendiri, ia harus bekerja bersam ahli isi pembelajaran atau
subject matter expert (Dick, Carey dan Carey, 2001). Demikian pula
pernyataan Sheel & Richey (1994) bahwa penelitian dalam teknologi
pembelajaran cenderung memadukan kekuatan semua kawasan teknologi
pembelajaran. Kecenderungan itu diakibatkan karena penelitian dalam
teknologi pembelajaran banyak dipengaruhi oleh teori-teori dari berbagai
disiplin ilmu lain, diantaranya; psikologi, rekayasa, komunikasi, ilmu
komputer, bisnis, pendidikan dan lain-lainnya. Diantara lima kawasan ini
memiliki hubungan sangat erat sekali yang mengakibatkan tidak jelas
perbedaan antar kawasan.
Sumber : http://hafiztepum.blogspot.com
Tuesday, october/9/2012
Jika anda merasa blog ini bermanfaat silahkan tuliskan komentar anda..